This Ramadhan can’t be more Beautiful!

Salam, semua!

Selamat berkhidmat, menikmati ibadah di penghujung bulan ramadhan ya teman!

Per tulisan saya yang terakhir bulan lalu, saya sebenarnya sengaja berniat untuk hiatus menulis blog untuk jangka waktu beberapa bulan. Muasalnya, sikon saya yang sedang genting. Ikhwal kegiatan di akhir masa studi master saya di sini. Apalagi kalau bukan thesis?

Mencurahkan uneg-uneg, saya ingin berbagi informasi tentang perbedaan (baca: ketimpangan) kualitas pendidikan tinggi matematika antara Indonesia dan Belanda. Usah membahas yang lain, kali ini saya ingin menyoroti perbedannya dalam hal standar tugas akhir.  Bernama skripsi untuk S1, thesis untuk S2, dan disertasi untuk S3.

Di Indonesia, setidaknya yang saya alami dan ketahui, standarnya adalah demikian. Skripsi itu hanyalah berisi aplikasi/terapan satu subjek yang tak dipelajari di kelas. Dengan kata lain, tujuan skripsi sebenarnya hanyalah menguji kemampuan belajar mandiri mahasiswa.

Untuk jenjang master, standar kelaikan muatan thesis adalah: menerapkan satu metode matematik pada persoalan baru, dan menjawab pertanyaan “mengapa menggunakan metode tersebut?”. Sedangkan, untuk disertasi, standarnya tentu saja lebih tinggi. Yaitu, berkontribusi mengembangkan teori baru.

Di Belanda, standarnya lebih tinggi. Untuk jenjang sarjana saja, skripsi di sini, setahu saya telah berisi analisis matematik yang (cukup) mendalam. Teorema lengkap dengan buktinya adalah barang yang tak asing ditemui. Padahal, mereka adalah konten untuk standar disertasi di Indonesia.

Jadi bisa dibayangkan untuk jenjang master dan doktor.  Thesis di sini lumrah adanya bermuatan selevel disertasi dan terbit di jurnal kelas wahid internasional. Itu berarti, kualitasnya sudah setara dengan penelitian para matematikawan profesional, yang memang kerja sehari-harinya meneliti matematika.

Singkat cerita, saya tertekan dengan pressure atas kualitas thesis yang sedang saya kerjakan. Jadi, saya mau tak mau harus fokus berkutat untuknya, dan hiatus ngeblog adalah implikasinya.

Nevertheless,  saya muncul dengan tulisan ini. Alasannya, saya saat ini (saat sedang menulis tulisan ini) berada di kereta. Perjalanan dari Enchede – Den Haag yang berdurasi nyaris tiga jam. Sudah tiba jam jam tak produktif karena keadaan perut yang membuat sulit berkonsentrasi belajar ikhwal puasa (FYI, saat ini pukul 8 malam), dan wifi di kereta lancar, serta sadar ini masih bulan Mei (artinya masih ada kesempatan untuk membuat saya tidak alpa ngeblog di bulan ini), maka muncullah tulisan ini! Yeay!

***

Kembali ke hal yang relevan dengan judul.

Bulan puasa tahun ini mungkin adalah yang terindah bagi saya. Keluarga kecil dapat menemani adalah yang paling spesial. Sahur dan buka bersama istri tercinta, makanan sederhana darinya pun sungguh sudah nikmat rasanya. Alhamdulillah. Belum lagi bercanda ria dengan putra tersayang. Si kecil yang sedang lucu-lucunya, sibuk belajar jalan dan bicara. Masya Allah.

Ikhwal durasi puasa yang panjangnya luar biasa panjang, nyaris 19 jam, sampai dengan hari ini serasa diringankan dan dikuatkan oleh-Nya. Jika dipikir pada saat puasa di periode musim dingin yang singkat (sekitar 11 jam saja), rasanya kurang yakin dengan kekuatan diri menahan lapar dan dahaga selama ini. Memulai puasa sekitar jam 3 pagi, baru berbuka menjelang jam 10 malam. Alhamdulillah.

Beberapa hari yang lalu, seorang teman kantor postdoc yang non-muslim bertanya. Bagaimana menjalani puasa selama hari-hari yang panjang ini? Saya jawab, so far so good. Dia lalu berkata, kadang memang tubuh kita lebih kuat dari yang kita bayangkan ya. Saya tersenyum mengiyakan. Alhamdulillah.

Ikhwal thesis, sumber kepusingan utama dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun tak cepat (namun juga tak lambat), semuanya berprogres maju, satu step demi satu step. Satu halaman demi satu halaman tertulis. Semoga dapat selesai tepat waktu. Alhamdulillah.

Dan masih banyak kenikmatan lainnya…

Dan masih banyak keindahan lainnya….

“dan jika kau hitung-hitung nikmat-Ku, niscaya kau tidak akan dapat menghitungnya..” (QS 16:18)

About pararawendy

Once A Dreamer, Always Be The One Lihat semua pos milik pararawendy

Tinggalkan komentar