Haloo semuaa!
Setelah beberapa saat tertunda, akhirnya saya diberi nikmat untuk dapat mengerjakan tulisan ini. Alhamdulillah. 🙂 Sebab awalnya, saya merencanakan bahwa tulisan ini akan menjadi tulisan saya yang pertama setelah Kesan & Pesan Asisten Perdana. Selain karena memang tema keduanya mirip-mirip, yakni sama-sama soal ngajar, ada satu hal besar yang melatar belakangi terjadinya dua pengalaman saya ngajar ini.
Doa kedua orang tua. Yap, itu lah satu hal yang saya maksud.
***
Di libur lebaran tahun lalu, seperti mayoritas mahasiswa rantau lainnya, saya mudik. Pulang ke rumah ternyaman, tuk merasakan nikmatnya lebaran bersama keluarga. Nah, di suatu waktu senggang, terciptalah obrolan lepas berikut
Umi : “selain kuliah, apa kegiatanmu di sana, Nak?”
Saya : “aktif di beberapa oraganisasi, Umi. Di asrama kemarin jadi tutor sebaya, ngajarin temen-temen asrama”
Umi : “Mas Rara ndak coba ngajar-ngajar di luar gitu kah?”
Saya : “Ulun (diksi sopan dari saya dalam bahasa banjar, red) memang ada rencana begitu, Umi. Kemarin ada salah satu bimbel yang nawarin ulun ngajar. Tapi ulun tolak, mau adaptasi dulu di departemen satu semester. Mungkin semester empat nanti, umi.”
Umi : “Iya, Nak. Umi dukung Mas Rara untuk ngajar di bimbel. Buat nambah pengalaman, yang pertama. Kemudian juga buat nambah-nambah sangu-mu. Nanti kalau ada tawaran lagi jangan ditolak ya”
Saya : “Enggeh, Umi. Ulun pertimbangkan. Soalnya ulun juga ada bayangan mau jadi asisten”
Abah : “Nah itu. Kalau Pak e lebih sreg kamu jadi asisten, Nak, daripada jadi guru bimbel. Lebih mantab.”
Saya : “Waah, enggeh kah, Bah? Okelah, nanti ulun pikir-pikir mana yang kira-kira lebih pas. Jadi guru bimbel apa asisten”
Umi : “Umi sih milih guru bimbel, Nak”
Abah : “Asisten lah”
Saya : “Enggeh, enggeh. Yang mana saja bagus kok, Bah, Umi.”
***
Dan segala puji pagi Allah, saya mendapatkan kesempatan untuk ‘mengabulkan’ permintaan kedua orang tua saya sekaligus! 🙂 karena selain menjadi asisten, saya juga berkesempatan untuk menjadi pengajar di Bimbel yang diadakan oleh Himpunan Profesi departemen saya, Gumatika. Berhubung saya sudah cerita soal pengalaman jadi asisten di tulisan saya yang ini, jadi kali ini saya akan cerita tentang guru bimbel.
Kesempatan itu terbuka saat saya dinyatakan diterima menjadi pengurus Gumatika periode 2012-2013 pada divisi Keilmuan. Divisi yang jobdesk-nya berhubungan erat dengan yang namanya akademik berserta turunannya, dan salah satu turunannya itu adalah ngajar. 😀
Benar sekali, salah satu proker (program kerja, red) rutin divisi kami adalah mengadakan bimbel bagi mahasiswa TPB. Mata kuliah yang ditawarkan tentu saja yang berbau matematika, dalam hal ini kalkulus. Kalkulus TPB lebih tepatnya. Setelah serangkaian publikasi, akhirnya berdatangan para pendaftar. Hasilnya, saya diplotkan untuk memegang dua kelompok untuk sesi UTS. Yang pertama adalah kelompok 4 orang, isinya anak-anak FEM (Fakultas Ekonomi Manajemen, Red) 49, sedangkan yang kedua kelompok 1 orang alias privat, anak Ilkom (Ilmu Komputer, red) 49.
Saya mendapatkan pengalaman yang baru. Saya segera menyadari satu fakta bahwa kegiatan ngajar saya sekarang adalah kegiatan komersil, berbeda dengan dulu waktu di asrama yang memang niatnya ‘hanya’ membantu. Konsekuensinya adalah, jika dulu saya mengajar nyaris tanpa beban, maksudnya jika saya tidak bisa menjawab soal yang ditanyakan teman asrama karena terlalu sulit misalnya, saya bisa dengan santai menjawab “oh maaf, saya juga tidak bisa soal yang ini”. Fine, urusan selesai. Tapi kalau di bimbel tentu berbeda. Saya dibayar. Jadi saya secara profesional harus berusaha seoptimal mungkin membuat anak didik saya menjadi paham semua materi. Well, meminjam istilah ekum (ekonomi umum, red), itulah opportunity cost-nya bung. Berkat bimbel ini, saya jadi sedikit memahami tentang perbedaan ‘kerja sosial’ dan ‘kerja profesional’.:D
Oke, sesi UTS pun berakhir. Dilanjutkan dengan UAS, saya mendapat tiga kelompok. Kelompok pertama masih sama, walaupun ada satu personel mereka yang berganti, jadi anak fahutan (Fakultas Kehutanan, red). Kelompok kedua, yang privat dulu itu tidak melanjutkan, berganti dengan kelompok tiga orang yang juga dari FEM. Sedang kelompok terakhir adalah kelompok privat 1 orang, mahasiswa FPIK angkatan 47. Kakak ini dulunya sempat mengambil paket eceran satu kali pertemmuan dengan saya di sesi UTS, dan ternyata dia lanjut secara reguler di UAS, Alhamdulillah. 🙂
Oh iya, di masing-masing sesi les, kami mengadakan TRY OUT. Ini merupakan pengalaman saya kesekian kalinya (sok banyak, padahal baru 5 😀 ) saya nimbrung di sebuah kepanitiaan TRY OUT. Tapi, saya agaknya ceroboh di kepanitiaan kali ini. Kinerja saya kurang optimal. Astaghfirullah. 😦
Oh iya (lagi 😛 ) ada satu fakta unik dari honor saya ngajar di bimbel Gumatika semester ini. Honor saya di sesi UTS adalah 519 ribu, sedang di UAS 819 ribu. Sama-sama ada 19 ribunya setelah angka ratusan. I like 19! Hehe 😀