Category Archives: Sampit Kota Mentaya

Terharu Itu Sederhana

Selamat berpuasa di hari ke-27 rekan-rekan sekalian!

Pagi ini saya sumringah betul, sebab hari ini saya mudik ke kampung halaman! Finally bisa kembali ke Sampit tercinta setelah setengah tahun. Doakan saya selamat sampai tujuan ya! 🙂

image

Selain ingin berkabar tentang ke-mudik-an saya, melalui post kali Saya akan mencoba bercerita tentang hal-hal yang membuat saya terharu. Ya, di bulan ramadhan tahun ini hanya mengalami beberapa kejadian yang membuat saya (sangat) terharu. Di post kali ini saya akan menceritakan dua diantaranya. Dua kejadian ini sebenarnya sudah pernah saya alami sebelumnya tapi tetap saja sangat spesial rasanya jika terjadi — dan selalu membuat saya terharu. Baik, apakah gerangan Par, hal yang membuatmu terharu?

***
Sujud Tilawah dalam Shalat

image

image

Sumber: muslim.or.id

Betul sekali, semenjak saya membaca cerita pada buku agama islam SMP saya (yang dapat dilihat pada post ini),  ya jadi sangat terobsesi untuk merasakan Lanjutkan membaca


Ini Sudah Menjadi Sama Sekali Tak Lucu!

Dulu, zaman sekolah dasar, musim kemarau punya salah satu hal yang menurut saya keren. Kabut. Sesuatu berwarna putih tak bisa digenggam yang membuat suasana pagi kota kami menjadi terlihat keren, menurut saya waktu itu. Bagaimana tidak? Sebab sesuatu itu membuat kota kami menjadi tampak seperti kota-kota di film-film barat yang para aktornya mengenakan jaket tebal dan kupluk penutup kepala sampai telinga. Kota di negara empat musim, yang sedang merayakan musim dingin penuh salju.

 

Dulu, saya pikir, kabut adalah fenomena alam yang patut dibanggakan dari kota kami. Bagaimana tidak? Kota kami nyaris sepanjang tahun akrab dengan teriknya matahari –dan membuat kota kami nyaris selalu terang benderang di siang hari. Dan, setiap kota kami diselimuti kabut, semuanya tampak jauh berbeda. Tetangga-tetangga sebelah rumah tampak bahagia dan saling berseloroh –dengan nada agak-agak bangga. “Uma, mantab lalu harinya lah, kaya di pegunungan”*  atau  “hebat nah, kabut ni meolah pagar kada kelihatan dari teras sini ja”**. Saya bersama abang saya juga tak mau ketinggalan merayakan fenomena alam ini dengan memamerkan hembusan nafas yang bisa terlihat dan tampak seperti asap rokok jika dikeluarkan perlahan dari mulut. Ajaib bukan? Sebab saat kabut datang, pagi menjadi jauh lebih dingin dari biasanya.

 

Dulu, saya adalah salah satu anak yang sangat bahagia dengan datangnya kabut ke kota kami. Betapa tidak? Jika kabut sedang putih-putihnya, sekolah mengeluarkan kebijakan untuk memulai proses kegiatan belajar mengajar lebih siang, pukul 8. Murid mana yang tidak bahagia masuk (lebih) siang? Sebab waktu itu, sepekat-pekatnya kabut, ia akan menghilang, berkurang secara drastis sesaat setelah jam 8 pagi. Membuat semuanya kembali terang benderang, tidak membahayakan siswa-siswi yang mesti menyeberang jalan raya jika hendak menuju sekolahnya (atas risiko ditabrak oleh motor/mobil karena jarak pandang yang minim).

 

Dulu, saya pikir, kabut adalah refreshing time bagi semua orang di kota kami. Rehat sejenak dari kepenatan rutinitas sehari-hari. Betapa tidak? Nyaris semua orang, pelajar, pegawai kantor, ibu-ibu rumah tangga, para penjual di pasar, pak polisi, semuanya tampak lebih santai menjalani kegiatan hariannya. Semua bisa sedikit bermalas-malasan, sebab semua kegiatan bisa dimulai lebih siang. Lantas orang-orang menghabiskan waktu pagi dengan berkegiatan di dalam rumah saja. Tak pelak, kehangatan bercengkrama antar anggota keluarga, bahasa kekiniannya: quality time, meningkat frekuensinya. Dua minggu, atau paling lama tiga minggu setelahnya, semuanya kembali normal. Kabut menghilang, semuanya kembali seperti semula. Kabut undur diri tanpa sempat muncul banyak protes dari warga yang anggota keluarganya jatuh sakit karenanya, atau sekadar bosan dengan pagi yang lebih dingin dari biasanya.

 

Saat ini, Oktober 2015, semua dan benar-benar semuanya pemahaman menyenangkan saya tentang kabut di kota kami berubah 180 derajat! Lihatlah betapa mengerikannya kota kami saat ini! Siang-siang yang harusnya terang benderang tampak seperti senja kuning teramat tua yang minim cahaya dan mencekam! Seharian penuh kabut menyelimuti kota tanpa jeda secuil pun! Udara yang nikmat dihirup menjadi lebih menyesakkan dari asap rokok! Bandara lumpuh sejak lebih dari dua bulan yang lalu! Berkegiatan di dalam rumah saja biar aman? Jangan harap! Kabut telah menyusup bulat-bulat ke dalam setiap rumah, udara di dalam dan luar rumah nyaris sama sesaknya! Tak ayal, anak-anak, bapak, ibu, semuanya berjatuhan sakit, dadanya terlampau sesak menghirup udara yang semakin hari semakin menjelma menjadi tak ubahnya gas karbon monoksida yang mematikan!

 

Sungguh, ini semua sudah menjadi sama sekali tak lucu! Sungguh!

#tercekat

tengah hari di kota kami

tengah hari di kota kami

Untitled

***

*wah wah mantab sekali harinya seperti di pegunungan

**hebat nih, kabut membuat pagar rumah tidak terlihat dari teras sini

 


Batavia Reggae Band

Selamat menikmati (sendunya) sore manteman! 🙂

Habis cukur rambut (ngapain gitu pake ditulis segala), saya kepikiran untuk merealisasikan keinginan untuk menulis tentang Batavia Reggae Band. Sebenarnya keinginan ini muncul saat saya sedang di rumah, musim libur lebaran kemarin, tapi saking sibuknya tak menyempatkannya saja, jadilah saya baru bisa menulisnya sekarang. Jadi inti dari prolog yang kepanjangan ini adalah tulisan ini latepost. 😛

***

Muasal lahirnya post ini bermula saat H-sekian minggu saya mudik ke Kalimantan. Bangun tidur, tiba-tiba saya bersenandung merdu-merdu gitu sumbang begini

~~nostalgia, masa remaja, kurindu mengulang semua cerita lamaa

dimana dia? dimana dia yang aku sukaa?~~

Entah mimpi apa tadi malamnya, saya mengulang-ulang dua baris cuplikan lirik lagu itu. Bersenandung dibarengi dengan rasa rindu yang pekat, hati tetiba rindu dengan lantunan lagu barusan, yang biasa saya dengar dari tape di ruang keluarga rumah, setiap minggu pagi, nyaris sepuluh tahun lalu. Adalah ibu, yang rajin sekali memutar lagu-lagu favorit beliau di tape kesayangan kami sebagai pengiring orang rumah berkegiatan setiap minggu pagi. Ritual ibu yang memorable adalah Lanjutkan membaca


Quality Time

Selamat lebaran semuanyaa! 🙂

tebak ini siapa! Mas Ryo? atau saya? :-D

tebak ini siapa! Mas Ryo? atau saya? 😀

Pagi ini kota saya, Sampit, cerah sekali. Saya sedih sekaligus senang (gak kebalik Par, urutan nulisnya?). Sedih karena kalau kota saya ini paginya sudah secerah ini, pasti siangnya puaanaaass banget -…-, kalian tau? Sampit kalau panas, kalian gak akan bisa melihat sekitar (di lingkup outdoor pastinya) tanpa memicingkan mata, mengernyitkan alis. Meminjam istilah ibu, panasnya Sampit itu semelet banget, Seriusan. -…-

Jadi saya (agak) bersedih karena siang nanti hampir bisa dipastikan mata saya harus selalu terpicing. Nah, lalu apa yang membuat saya senang pagi ini? Tebak dulu dong! (pengen banget ditebak :-P) 🙂

Quality Time. Dua kata itulah yang dapat menggambarkan apa yang saya rasakan pagi ini. Umumnya sih di setiap waktu selama saya di rumah, tapi pagi ini spesial sekali! Lanjutkan membaca


Sepuluh Hari Ketiga Ramadhan 1434 Hijriah

Terbangun dari siang hari ini, saya tiba-tiba teringat akan project tiga tulisan saya. Ya, ptoject untuk menulis 3 post yang masing-masing meliput hal-hal apa saja yang saya jalani per sepuluh hari di Bulan Ramadhan 1423 H. Dua tulisan sudah saya selesaikan, yakni Sepuluh Hari Pertama Ramadhan 1434 Hijriah dan Sepuluh Hari Kedua Ramadhan 1434 HijriahOke, insya Allah sore ini saya ingin menuntaskan untuk tulisan yang terakhir. Karena ini late posting, saya mungkin akan melupakan beberapa hal yang seharusnya bisa saya ceritakan, saya hanya akan menulis hal-hal yang saya ingat saja.

***

Mengawali tulisan ini, saya ingin berdoa. Mengingat apa sabda nabi, sepuluh hari terakhir itu adalah itqun minan naar, dijauhkan dari api neraka. Ya Rabb, semoga hamba-Mu termasuk dalam golongan yang disabdakan oleh Nabi ini. Amiiin.

Oke, yang saya ingat, tema sepuluh hari terakhir ramadhan 1434 H kemarin itu adalah evaluating. Banyak hal yang perlu dievaluasi. Banyak. Lanjutkan membaca


Januari Pulang?

Dan saya galau. Liburan semester ganjil nanti haruskah saya pulang? -_____-

Semula, saya bersama salah seorang teman berencana untuk mengisi liburan nanti dengan mengunjungi Kampung Inggris. Hayoo, ada yang bengong karena gak tau Kampung Inggris? Pengen nanya dimana, dimana kampung Inggris? Pengen nanya, apasih Kampung Inggris, kok kayaknya keren?  (Ups, kayaknya ini sudah berlebihan).

Bagi yang belum tau Kampung Inggris, sini tak kasih tau deh (banyar tapi). Kampung Inggris itu Lanjutkan membaca


Berkeliling Kota Mentaya

Good afternoon guys!

Sore ini saya insya Allah ingin melunasi janji saya yang telah saya utarakan pada tulisan “Catatan pra-mudik 1434H”.  Benar! saya akan menulis tentang jalan-jalan keliling Sampit, Kota Mentaya.

***

2013-08-28 06.09.49

Di suatu sore, saya bersama adik saya Akbar Indarjo memutuskan untuk ngabuburit berkeliling kota. Sesuai dengan kebiasaan, saya memilih rute favorit.

Rumah – Bundaran KB – Jalan Kembali – Menyusuri pinggir Sungai Mentaya – Masjid Jami – PPM (Pusat Perbelanjaan Mentaya) – Bandara H. Asan – Stadion 29 November – bundaran Polisi – Rumah. 

Nah, kita mulai dengan Bundaran KB. Seperti yang ada dalam benak kalian, KB disini adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Entah. Saya yang orang sampit asli juga masih heran dan tak mengerti apa alasan pemerintah daerah membangun Bundaran KB ini.   Lanjutkan membaca


Catatan Pra-Mudik 1434 H

Selamat puasa semuanya! 🙂

***

Langsung saja ya, dua hari terakhir bagi saya berjalan sangat lama! Mungkin kalian yang sudah berdiam diri di rumah tercinta masing-masing akan mengatakan sebaliknya. Tapi tidak dengan saya, dua hari terakhir ini rasanya super lama karena saya masih ‘setia’ menemani Bogor. -___-

Jadi begini ceritanya (siapa yang minta cerita?), Lanjutkan membaca