Category Archives: Sekolah di Leiden

Cara Menyampaikan Kritik dengan Kaidah ‘Oreo’

Halo, salam semuanya!

Sebagai prolog, saya ingin menyampaikan permintaan maaf. Berhubung sikon saya sedang fokus dengan penelitian thesis, saya jadi lebih jarang menyambangi dan ‘menafkahi’ blog ini dengan tulisan baru. Padahal, kalau boleh jujur (ya boleh lah, jujur  memang (boleh) dilarang?!), sebenarnya rancangan tulisan ada puluhan di kotak draft, menunggu untuk dieksekusi.

Namun apa mau dikata, penelitian saya tentang reinforcement learning mengharuskan saya untuk berkutat dengan loop: paper-literature-synthesis-code-repeatAlhamdulillah, saat ini insya Allah topik spesifik sudah disepakati. Fokus saya saat ini adalah memastikan aspek substansi matematik dalam thesis cukup kuat, dengan mengeksplorasi riset teoretikal pada metode awal yang saya ajukan. As always, mohon doanya ya!

Baiklah, mari kita eksekusi satu draft tulisan yang muncul sejak sekitar setengah tahun yang lalu ini. Selamat membaca!

***

menyampaikan kritik

orang mendapatkan kritik

Kritik. Siapa yang mau dikritik? Saya rasa tak semua orang bisa dengan senang hati menerima kritik yang disampaikan padanya, bahkan meskipun hal yang dikritik adalah sesuatu yang sebenarnya benar Lanjutkan membaca


Catatan Awal Tahun

“Sesungguhnya sesuatu yang paling jauh dari diri kita adalah masa lalu” – Imam Al-Ghazali

Selamat tahun baru semuanya!

Apapun kesan relatif kita atas tahun 2018 yang baru saja kita tinggalkan (ada yang bilang “tak terasa ya 2018 terlewati begitu saja”, pun pasti ada yang bilang “akhirnya tahun kemarin bisa terlewati juga”), kenyataan mengatakan bahwa saat ini kita telah sama-sama berada di tahun baru 2019.

Saya sengaja mencukupkan ucapan selamat tahun baru di atas, tanpa menambahi embel-embel pertanyaan ikutan standar seperti “apa nih resolusi kalian di tahun ini?”. Sebab, bagi saya, somehow, pertanyaan tersebut sudah terlanjur hambar bagi saya. Tidak lagi meriah sebagai mana saya memaknainya dulu jaman masih muda kinyis-kinyis.

Benar lah beberapa quote yang dibagikan oleh teman-teman seangkatan saya di awal tahun kemarin, yang isinya kurang lebih mengatakan bahwa makin kesini segala hal tentang tahun baru tidak lah sesakral dulu, lengkap dengan menyusun daftar rinci bin teknis tentang resolusi fantantis dan bertekad angat-angat tai ayam akan menjadi sosok diri yang sama sekali baru, yang ditandai dengan momen sakral bernama pergantian tahun.

Kenyataannya adalah, pergantian tahun hanyalah bagian dari dinamika kontunuitas waktu. Karenanya, berharap terlalu banyak pada resolusi bermodalkan kesakralan momen tahun baru sudah berulang kali berakhir dengan Lanjutkan membaca


Pengalaman Magang di Belanda

Awal bulan ini, periode magang saya berakhir. Project berdurasi empat bulan yang saya jalani di Significance, sebuah konsultan pemodelan transportasi di Den Haag, ditutup dengan agenda saya memberikan lunch-talk tentang hasil pekerjaan saya pada seluruh kolega kantor. Beragam rasa: senang, bangga, lega, haru dan sendu saling berkelindan dalam benak saya setelah sesi itu selesai.

Performa magang

Performa solusi yang saya kembangkan (kanan) dibanding solusi lama perusahaan (kiri). Terlihat solusi saya jauh lebih stabil (minim varians). 

Tiga rasa pertama yang saya sebutkan tentu saja hadir. Sebab berakhirnya magang ini berarti banyak: pertama tentu saja arti trivia-nya yang berarti riset saya selama empat bulan membuahkan hasil yang memuaskan! Solusi yang saya sintesis berperforma sangat baik dan membawa Significance beberapa langkah di depan persaingan antar  perusahaan pemodelan serupa lainnya. Arti kedua, akhir magang ini manandai secara de-facto selesainya semester 3 (dari 4 semester total)  dari program studi yang saya ambil. Dan arti terakhir, saya berhasil memenuhi bagian kurikulum wajib dari program studi.

Izinkan saya mengelaborasi makna terakhir yang satu ini. Sebagai mahasiswa yang mengambil minor Science-Based-Busines untuk penunjang major utama (matematika), saya dikenakan kewajiban untuk melaksanakan magang profesional. Harus dilakukan, tidak bisa tidak. Kewajiban ini awalnya Lanjutkan membaca


Terkadang, Semua memang (hanya) perlu Waktu

Salam hangat, teman-teman!

Di suatu pagi, beberapa bulan yang lalu, saya bangun dengan terburu-buru. Sebabnya adalah, saya baru teringat harus mampir dulu ke kantor administrasi kampus untuk membayar uang sewa housing (flat) bulanan, sementara jadwal kuliah pagi menghadang pula hari itu. Jadi lah saya menjalani ritual pagi dengan speed tercepat yang saya bisa.

Salah satu rangkaian ritual adalah memasak nasi (derita orang Indonesia yang tak bisa move on dari nasi). Saya merutuki diri, kemrungsung.  Sebab sadar tak peduli betapa inginnya saya untuk cepat-cepat menyelesaikan  rutinitas pagi itu, literally I can do nothing to rush the rice cooker working faster. Suka tak suka, mepet tak mepet, setidaknya saya harus menunggu selama 20 menitan sampai nasi matang.

Rice cooker bekerja ternyata memang hanya perlu waktu.

Di kesempatan lain namun masih dengan tema serupa: buru-buru, saya hanya punya chicken wings instan siap goreng untuk menjadi lauk saya hari itu. Diburu waktu, saya menggoreng chicken wings dengan mengatur api paling besar, maksud hati agar cepat matang. Seolah benar, saya mendapati warna kulit chicken wings yang saya goreng cepat sekali berubah jadi kecokelatan–pertanda telah matang. Hore cepat matang! Namun nyatanya, Lanjutkan membaca


Jalan-Jalan ke Giethoorn

Halo semua!

Mayoritas kalian tentu familiar dengan Venice. Kota yang terletak di bagian timur laut Italia ini dikenal karena kanal-kanalnya yang (katanya) indah. Lantas nyaris tidak mungkin rasanya membenak Kota Venice tanpa membayangkan diri kita sedang asyik di atas perahu menyusuri kanal, sambil menikmati setiap sudut pemandangan kota. (Pasti) Menggembirakan betul, ya!

Well, jika kalian sangat mengidolakan Kota Venice dan sangat ingin suatu saat dapat liburan kesana, sampai-sampai menjadi bucket-list destinasi nomor wahid tujuan wisata manca-negara, maka boleh jadi, post ini akan mengganti posisi Venice dalam bucket-list kalian. Seminimal-minimalnya, saya percaya bahwa kalian akan galau berat, jika disuruh memilih mendahulukan Venice atau tempat yang akan caya ceritakan pada post ini untuk dikunjungi pertama kali.

Penasaran? Selamat membaca!

***

Saya harus mengakui bahwa pada periode sekarang-sekarang ini, masa-masa musim panas, masa-masa dimana durasi waktu siang  lebih panjang dibanding malam, hawa liburan itu seperti aroma semangkuk Indomie rebus rasa ayam bawang yang  baru diangkat dari kompor, dimasak dengan telur plus irisan cabe rawit dan bawang goreng: SANGAT MENGGODA. Bawaannya pengen Lanjutkan membaca


Di Tengah Perjalanan

Halo hai, everibodeh! Narai habar*?

Berakhirnya Bulan Juni kemarin menandai selesainya kegiatan akademik saya di semester dua. Itu berarti pula bahwa perjalanan menyelesaikan mimpi berada di pertengahan jalan!

Bersyukur

Saya rasa, tidak ada poin yang lebih penting untuk menghiasi post ini kecuali “bersyukur”. Nyaris setahun saya berada di sini, masih tak jarang saya setengah merasa bahwa ini adalah mimpi. Terlalu menyenangkan rasanya jika mengingat mimpi yang dulu diidam-idamkan (sekolah di luar negeri) akhirnya bertemu dengan kenyataan.

Alasan untuk bersyukur tidak selesai sampai di situ. Dalam menjalani dinamika sebagai mahasiswa di dua semester terakhir, sangat nyata terasa campur tangan-Nya memperlancar lagi mempermudah segala urusan. Meluluskan dengan nilai yang baik pada mata kuliah yang saya sempat merasa pesimistis untuk bisa sekadar lulus, menghadirkan teman/sosok yang seakan khusus diutus untuk mempermudah urusan-urusan akademik, dan beragam kelancaran yang Dia hadiahkan, yang, tidak akan habis jika saya harus mencacah semuanya.

Terimakasih, Allah ya Kariim. 🙂

Hal menarik di semester kemarin

Di semester dua kemarin, terdapat beberapa hal menarik. Pertama, Lanjutkan membaca


Wrap Up Ramadhan & Idul Fitri 1439 H

Selamat Idul Fitri teman-teman! Mohon maaf lahir dan bathin ya!

Rangkaian bulan puasa + lebaran tahun ini sudah pasti pasti akan menjadi momen berkesan dalam hidup saya. Lengkap sudah tangible dan intangible aspek yang membuat semuanya berbeda. Secara tangible, tentu saja disebabkan oleh lokasi (Belanda, instead of Indonesia), yang memunculkan serangkaian implikasi (satu diantaranya yang paling menarik tentu saja soal durasi puasa yang jauh lebih panjang dari Indonesia) seru (karena merupakan hal baru bagi saya) sekaligus menantang mengiringi kegiatan ibadah wajib tahunan ini. Secara intangible, fakta bahwa ini adalah idul fitri pertama saya tidak bersama keluarga tentu saja mambawa sensasi yang membuat suasana hati dan setting perasaan cukup berbeda dari idul fitri yang sudah-sudah.

***

Pandangan teman-teman non-muslim di sini tentang ramadhan

Islam dan beberapa syariatnya ternyata tidak sama sekali terasing di Eropa. Minimal itulah pemahaman yang muncul dalam benak saya ketika saat H-3 puasa yang lalu seorang teman dari Belgia yang mengetahui saya seorang muslim berkata “Ramadhan is coming, right? What will you gonna do?“, di tengah kesibukan kami mempersiapkan makan malam di dapur bersama flat.

Setelah setengah kaget dengan pertanyaan yang dia sampaikan, saya menjawab bahwa saya antusias menunggu datangnya ramadhan, terutama karena ramadhan kali ini akan menjadi ramadhan pertama saya dengan durasi yang lebih lama dari Indonesia. Dia kemudian menanggapi dengan perpaduan antara kagum dan heran, serta berkata bahwa dia tidak habis pikir ada ibadah semacam itu –yang bergitu memberatkan, “How you can manage that –pretty hard thing?“.

Di beberapa kesempatan lainnya, kesan senada juga saya dapatkan dari teman-teman yang lain. Pada intinya, mereka cenderung mengartikan bahwa Lanjutkan membaca


Mengunjungi Padang Tulip

Salam Ramadhan Karim, semua!

Pada post kali ini, saya akan bercerita tentang pengalaman menyenangkan saya di musim semi tahun ini: berkunjung ke padang tulip. Saya sebut ‘padang’ karena tulipnya buanyaak betul rek!

***

Setelah sempat sedikit khawatir karena ada suatu hal yang membuat saya belum sempat meluangkan waktu melaksanakan agenda wajib para perantau di Belanda setiap musim semi tiba: berjalan di sela-sela bedeng bunga tulip yang rimbun, akhirnya saya melaksanakan salah satu to do list wajib selama bersekolah di negeri kincir angin ini!

Menyoal jalan-jalan ke padang tulip yang akhirnya terlaksana pada awal Bulan Mei kemarin, saya merasa beruntung dalam dua hal: pertama karena masih ada teman seperantauan yang ternyata juga belum sempat berkunjung melihat tulip. Ya, sebab saat itu sudah nyaris sebulan Facebook dan Instagram feed saya sudah penuh dengan update post foto teman-teman berlatarkan padang tulip berwarna-warni. Keberuntungan saya yang kedua adalah karena saya masih ‘kebagian’ tulip untuk ditonton dan dinikmati. Sebab ternyata (lagi), periode tulip bermekaran hanya sampai tepat di pertengahan Mei! Senangnya! Alhamdulillah ya Allah!

gaya di tulip Lanjutkan membaca


Menyambut Ramadhan Pertama di Eropa

Salam, rekan-rekan semua! Semoga sehat selalu ya!

Per akhir April kemarin, delapan bulan sudah saya merantau ke Belanda. Banyak hal menarik (re: berbeda dengan Indonesia) yang saya sebelumnya nantikan akan terjadi di Belanda satu per satu telah saya alami. Melihat musim gugur, merasakan bagaimana menggenggam salju, dan beberapa hal lainnya. Menjelang bulan ke sembilan perantauan saya ini, ada satu hal besar menarik yang juga sudah saya nanti-nantikan bagaimana rasanya. Yap, seperti yang sudah bisa kalian tebak: menjalani bulan puasa di Eropa! 

Apa yang membuat Ramadhan di Eropa menarik? Mungkin ada baiknya kita lihat gambar berikut:

Day night world map

Kalian akan familiar dengan gambar ini saat kalian melakukan perjalanan udara jarak jauh 🙂

 

Di atas adalah day-night world map saat saya pulang ke Jakarta sekitar dua minggu yang lalu, cukup representatif mewakili keadaan yang akan saya hadapi untuk bulan puasa tahun ini. Keterangan gambar: bagian peta yang berwarna lebih hitam menunjukkan wilayah di dunia yang sedang mengalami malam, dan sebaliknya.

Kalau kalian amati, wilayah yang mengalami malam di dunia membentuk daerah Lanjutkan membaca


Semester Based or Block Based Schedule? I choose both?!

Salam, semuanya!

Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi sedikit dinamika perkuliahan  saya di Leiden. Sebab, beberapa kali saya mendapat pertanyaan, “Apa saja sih perbedaan sistem perkuliahan antara Indonesia dan Belanda?”. Beberapa poin utama perbedaan sudah sempat saya bagikan di tulisan ini. Namun sepertinya saya terlewat satu poin yang cukup signifikan, deh. Karenanya, post ini saya dedikasikan untuk menjelaskan perbedaan tersebut, plus sedikit curhatan saya tentangnya. Jadi, selamat membaca! 🙂

***

Membicarakan sistem perkuliahan Indonesia, kita tau bahwa satu tahun akademik (pelajaran) tersusun atas dua periode bernama Semester.  Lantas kita akrab dengan istilah “Semester Ganjil dan Genap”. Semester ganjil refers to periode perkuliahan Bulan September – Februari, dan semester genap adalah komplemennya.

 Tidak serta merta berbeda, Belanda pun mengenal sistem perkuliahan per semester seperti ini. Bedanya mungkin hanya pada penyebutan. Di sini tidak ada yang namanya “Odd / Even Semester”, melainkan “Fall / Spring”. Betul, jadi penamaan semester dihubungkan dengan musim yang bersesuaian.

Nah, sistem perkuliahan di Belanda ternyata tidak hanya mengenal semester based schedule. Ternyata ada pula sesuatu yang bernama block based schedule atau “perkuliahan per blok”. Saya pertama kali mengetahui hal ini dari keterangan beberapa awardee StuNed yang bercerita bahwa sistem perkuliahan mereka bukan per semester, melainkan per periode (umumnya) dua bulanan yang disebut “blok” (jadi setahun ada 6 blok).

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkuliahan per blok ini? Jadi, jika kita dalam perkuliahan per semester menghabiskan mata kuliah tertentu selama enam bulan (nett-nya mungkin 4 bulan), maka dalam perkuliahan per blok, kita harus menyelesaikan mata kuliah tersebut dalam tempo satu blok tadi (dua bulan). Emang bisa selesai kalau cuma 2 bulan? Materi kuliahnya sedikit dong? Lanjutkan membaca