Category Archives: Opini

Melawan Arus Politik Pasca Kebenaran

Lebih kurang dua minggu lagi, rakyat Indonesia akan melaksanakan hajatan besar lima tahunan: memilih pemimpin negara untuk periode lima tahun ke depan. Berkenaan dengan ini, saya ingin sedikit mencurahkan uneg-uneg yang mengganggu pikiran. Rasa tak nyaman yang menumpuk sejak wacana mengenai pilpres ini mulai diberitakan oleh media, dan direspon oleh publik dari sekitar setahun terakhir.

Saya jengah. Pengar dengan hiruk-pikuk respon publik atas kontestasi politik ini. Bukan karena saya tak suka dengan masyarakat kita yang ternyata sudah melek politik. Melainkan, karena dari yang saya amati dan rasakan, saya berksimpulan bahwa respon publik yang berkembang cenderung sudah tidak pada kategori yang baik/sehat. Masyarakat kita seolah terpisah dalam polarisasi absolut dua kubu pasangan calon. 

Betapa tidak. Saya merasa, kok orang-orang dapat digolongkan dengan begitu absolutnya ke dalam dua kubu yang berbeda: kubu pendukung paslon 01, dan kubu pendukung paslon 02. Sampai sini sih harusnya tak masalah ya. Namun, yang terjadi kemudian adalah orang-orang anggota masing-masing kubu dengan seragam (dan piciknya)  berlaku dua hal berikut, tak kurang, tak lebih, presisi betul:

  1. Menjunjung, memuji dan menganggap benar SEGALA sesuatu yang ada paslon jagoannya.
  2. Nyinyir, mengkritik, dan menganggap salah SEGALA sesuatu yang ada pada paslon lawan.

Dua tabiat ini lah yang membuat saya jengah. Amat dan teramat. Saya heran kemana perginyanya rasionalitas dan akal sehat kita? Sampai-sampai, Lanjutkan membaca


Cara Menyampaikan Kritik dengan Kaidah ‘Oreo’

Halo, salam semuanya!

Sebagai prolog, saya ingin menyampaikan permintaan maaf. Berhubung sikon saya sedang fokus dengan penelitian thesis, saya jadi lebih jarang menyambangi dan ‘menafkahi’ blog ini dengan tulisan baru. Padahal, kalau boleh jujur (ya boleh lah, jujur  memang (boleh) dilarang?!), sebenarnya rancangan tulisan ada puluhan di kotak draft, menunggu untuk dieksekusi.

Namun apa mau dikata, penelitian saya tentang reinforcement learning mengharuskan saya untuk berkutat dengan loop: paper-literature-synthesis-code-repeatAlhamdulillah, saat ini insya Allah topik spesifik sudah disepakati. Fokus saya saat ini adalah memastikan aspek substansi matematik dalam thesis cukup kuat, dengan mengeksplorasi riset teoretikal pada metode awal yang saya ajukan. As always, mohon doanya ya!

Baiklah, mari kita eksekusi satu draft tulisan yang muncul sejak sekitar setengah tahun yang lalu ini. Selamat membaca!

***

menyampaikan kritik

orang mendapatkan kritik

Kritik. Siapa yang mau dikritik? Saya rasa tak semua orang bisa dengan senang hati menerima kritik yang disampaikan padanya, bahkan meskipun hal yang dikritik adalah sesuatu yang sebenarnya benar Lanjutkan membaca


The Growth Trap: Apa dan Kenapa?

Jika kita, by any chance,  diminta untuk menggolongkan perusahaan bagus (dan tidak bagus), maka growth rate atau tingkat pertumbuhan (bisa profit, maupun volume penjualan) adalah salah satu parameter yang dapat kita lihat. Sebab growth rate yang tak lain adalah presentase selisih  laba (sales) tahun ini dengan tahun lalu, dibagi dengan laba (sales) tahun lalu memang merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mencerminkan performa sebuah perusahaan. Jika laporan keuangan tahunan mencantumkan nilai pertumbuhan sales bisnis yang terus bertumbuh, maka sebuah perusahan dinilai berperforma baik dan berprospek cerah, atau dengan kata lain: perusahaan bagus.

performing-your-way-to-small-business-growth

Dalam proses menggolongkan perusahaan baik tadi, kita bisa memilih perusahaan dengan growth rate yang selalu positif di beberapa tahun terakhir untuk menjadi anggotanya. Pun sebaliknya dengan golongan yang satunya.

Namun demikian, pada kenyataannya nilai pertumbuhan (profit maupun sales) yang selalu positif tidak selamanya membawa dampak baik bagi perusahaan tersebut. Sebab, dalam situasi tertentu, constant positive growth rate justru cenderung akan menimbulkan masalah yang dikenal dengan growth trap.

Apa itu growth trap?

Growth trap adalah keadaan perusahaan yang terlalu berorientasi untuk meraih tingkat pertumbuhan tertentu (umumnya dilatarbelakangi oleh ekspektasi untuk menyamai tingkat pertumbuhan yang dicapai pada tahun-tahun sebelumnya), hingga mengesampingkan aspek bisnis lain yang lebih penting dari sekadar angka pertumbuhan tersebut.

Contoh: Perusahaan ritel, sebut saja Indoapril, berbangga diri karena Lanjutkan membaca


Sekilas tentang Social Impact

Bagi para generasi milenial alias Gen-Y dan mungkin juga Gen-Z yang tak sepenuhnya acuh dengan perkembangan informasi, besar kemungkinan telah familiar dengan sesuatu yang bernama “Social Impact”. Pasalnya, istilah ini dapat dibilang sedang naik  daun belakangan.

Secara spesifik, istilah ini sering kita temui pada artikel pemberitaan media bertemakan start-up (perusahaan rintisan). Sebut saja Go-Jek dan Bukalapak. Kedua start-up ini dalam banyak kesempatan mengutarakan bahwa salah satu misi perusahaannya adalah menciptakan social impact. Di wadah yang lain, social impact juga sering diangkat dalam seminar-seminar kemahasiswaan maupun kewirausahaan terkini.

Lantas, apa sebenarnya social impact itu?

Social impact adalah dampak positif yang dirasakan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu yang muncul sebagai akibat dari suatu aksi/kegiatan tertentu.

Dari definisi social impact di atas, dapat diketahui bahwa cakupan social  impact itu luas sekali. Boleh dibilang, kata kuncinya adalah “pemberdayaan masyarakat”. Selama memenuhi kata kunci ini, maka dapat digolongkan sebagai social impact. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa pemberdayaan memiliki banyak dimensi, seiring dengan banyak dan kompleksnya aspek dalam kehidupan masyarakat. Sebab Di dalamnya termasuk aspek ekonomi/finansial, pendidikan, dan yang lainnya.

Sekarang mari beranjak membahas contoh dari social impact di kehidupan kita sehari-hari.

Kembali menyinggung bahasan di awal. Dalam konteks misi yang dikampanyekan oleh perusahaan rintisan seperti Go-Jek, social impact yang dimaksud ada pada aspek ekonomi/finansial. Platform aplikasi ojek online yang mereka kembangkan telah menjelma menjadi Lanjutkan membaca


Keoknya Rupiah: Darurat Pemerintahan yang Bersih dan Akuntabel

Ada dua kejadian aktual yang mengantarkan saya pada tulisan ini. Kejadian pertama, tren terus melemahnya nilai tukar mata uang kebanggaan kita Rupiah atas Dolar Amerika. Pertengahan minggu lalu, kurs nilai tukar rupiah sempat menyentuh level Rp 14.999. Nilai yang sangat tinggi. Nilai ini telah melampaui rekor tertinggi kurs yang terjadi pada awal kuartal keempat tahun 2014, waktu itu nilai tukar rupiah sempat bertengger pada level 14.700.

dolar menguatSebagai implikasi, berbagai dampak negatif dari naiknya harga dolar telah mengintai di depan mata. Salah satu dampak masif yang nyata tentu saja adalah ancaman kenaikan harga BBM. Sebab komoditas sentral berefek domino ini sebagian besar pasokannya masih diimpor (dan karenanya dibeli dengan USD). Sehingga, dengan naiknya harga dolar, maka beban pemerintah untuk menyediakan BBM membengkak, dan menaikkan harga BBM tak ayal menjadi opsi kebijakan yang nyata. Hayo kon, hayo kon.

Jika kalian adalah anak kost tulen yang mobilitasnya hanya sebatas kost-kampus dengan berjalan kaki –sehingga tak cukup ciut dengan ancaman naiknya harga BBM–, jangan salah, Ind*mie juga termasuk barang yang harganya terancam naik loh, ini karena gandum sebagai bahan baku makanan pokok kalian ini, 100% masih diimpor. Mamam, sekarang udah ciut kan!

Beranjak pada kejadian kedua: korupsi massal bin berjamaah oleh para anggota DPRD Kota Malang. Tak tanggung-tanggung, 41 dari 45 keseluruhan anggota dewan Kota Apel dicokok KPK karena Lanjutkan membaca


Catatan Kontemplasi untuk Para Aktivis Mahasiswa

Catatan Aktivis

Apa yang ada di benak kalian saat ditanyai definisi aktivis? Di benak penulis, Aktivis adalah gelar yang disandang oleh segolongan mahasiswa yang aktif di (berbagai) organisasi di lingkungan kampusnya. Mereka yang menyandang gelar ini biasanya dikenal sebagai mahasiswa-mahasiswa idealis yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kehidupan yang semakin hari semakin usang dan cenderung ditinggalkan –oleh kebanyakan generasi muda zaman sekarang.

Sebagai konsekuensi dari banyaknya ‘mainan’ organisasi yang mereka punya, mereka sudah pasti memiliki banyak kegiatan di luar kelas perkuliahan. Rapat koordinasi ini, rapat persiapan acara itu, dan rapat-rapat yang lain diselingi sekali-dua melakukan aksi turun ke jalan alias demo, pokoknya kegiatan mereka banyak. Konon, rapat bagi mereka sudah seperti makan, (minimal) tiga kali sehari!

Membicarakan apa yang menjadi isi kepala para aktivis niscaya hanya akan meninggalkan decak kagum. Sebab mereka sudah biasa memikirkan banyak hal yang lebih besar dari sekadar “Nanti malam enaknya makan apa ya?” atau “Liburan semester nanti liburan ke mana ya?”. Sama sekali jauh lebih besar dari hal-hal picisan semacam itu.

Mereka tak jarang memikirkan hal-hal yang telah menyentuh skala ‘negara’. “Kenapa masih banyak penduduk miskin di Indonesia?” “Apa yang salah dengan

Lanjutkan membaca


Menjadi Minoritas & Self Re-Inventing: Duta Seperti Apa Kita?

Izinkan saya memulai tulisan ini dengan menukil salah satu kata-kata bijak klasik:

Hidup sejatinya adalah perjalanan

Sebagai manusia yang hidup dalam peradaban (yang katanya) tinggi, selama hidup kita sampai dengan hari ini, kita tentu pernah mengalami fenomena “transisi lingkungan”. Kita berpindah dari lingkungan lama, dan masuk ke lingkungan yang (sama sekali) baru. Contoh trivial sangat mungkin terjadi pada saat perpindahan level sekolah kita, bisa jadi dari SD ke SMP, SMP ke SMA, maupun SMA ke Perguruan Tinggi. Contoh lain misalnya ketika kita mendaftar kursus, les di bimbingan belajar, dan sebagainya.

Saya pribadi mengalami beberapa kali peristiwa semacam ini. Saat transisi dari SD ke SMP (saya adalah satu-satunya lulusan SD saya yang melanjutkan ke SMP tersebut), transisi dari SMA ke Perguruan tinggi (kali ini tidak sendiri, tetapi –hanya– berdua, alumni SMA saya yang melanjutkan ke IPB), dan yang masih baru adalah mimpi jadi nyata saya: melanjutkan sekolah di negeri orang. Saya adalah satu-satunya alumni kampus saya yang saat ini sedang aktif menimba ilmu di Leiden.

Ada dua kesamaan yang mengikuti setiap fenomena transisi lingkungan terjadi. Pertama adalah perubahan status saya relatif terhadap lingkungan, yakni mayoritas menjadi minoritas. Komunitas sosial yang saya melekat padanya di lingkungan lama sudah tak lagi menjadi mayoritas di lingkungan yang baru. Kesamaan kedua yakni

Lanjutkan membaca


Cara Kerja Nur-ani dan Hal yang Mempengaruhinya

Salam dan selamat malam semuanya!

Seminggu yang lalu, saya mengunggah status status ikhwal renungan saya tentang Nur-ani. Sesuatu yang saya sebut sebagai ‘self-valuating system‘ yang dimiliki oleh setiap kita. Redaksi lengkap status tersebut adalah demikian:

status

Pada tulisan versi blog ini, saya ingin menambahkan penjelasan (versi saya tentunya) tentang bagaimana cara kerja Nur-ani melakukan tugasnya sebagai ‘self-valuating system’. Namun sebelum kesana, saya ingin terlebih dahulu kita satu pemahaman tentang apa sebenarnya makhluk yang bernama Nur-ani ini.

Nur-ani adalah pengejewantahan dari seluruh nilai-nilai kehidupan yang tertanam dalam diri kita. Tentu kita semua paham apa itu nilai-nilai kehidupan. Kejujuran, rendah hati, ringan tangan, ikhlas, lapang dada, disiplin, tidak mengambil hak orang lain, dan seterusnya dan seterusnya. Mereka lah yang membentuk rupa dari Nur-ani kita (jika kita punya nilai-nilai tersebut).

Diagram NUrani

Pembentukan Nur-ani

Nur-ani bertindak sebagai ‘self-valuating system’ karena ia layaknya metal detector yang sering kita jumpai di bandara. Ketika seseorang dengan logam (besi) masih dikenakannya, maka metal detector akan berbunyi. Dan prosedur normatifnya adalah orang tersebut tidak boleh masuk. Masalah orang tersebut ternyata dipersilakan masuk atau tidak, sebenarnya ada pada kendali penuh petugas bandara. Sama dengan Nur-ani. Nur-ani akan ‘berbunyi’ memberi peringatan pada empunya ketika empunya hendak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya. Namun ‘bunyi’ tersebut hanya sebatas peringatan. Masalah akhirnya empunya melakukan atau tidak melakukan tindakan tersebut, itu terserah keputusan empunya (Ini konsep yang sejatinya punya makna yang dalam).

Selanjutnya, berikut adalah cara kerja Nur-ani yang saya coba ilustrasikan dalam 4 panel gambar berurut: Lanjutkan membaca


Sociopreneur dan Dua Contoh Hebatnya

Mengawali tulisan ini, saya ingin memastikan bahwa judul postingan ini sama sekali tidak ada yang salah. Betul, “sociopreneur”, bukan “entrepreneur” lho ya. Sociopreneur? Mungkin kebanyakan orang masih merasa asing dengan istilah ini, dan lebih mengenal istilah “entrepreneur”. Faktanya, dua istilah ini memang berhubungan dekat kok, tepatnya bahwa sociopreneur adalah salah satu ‘anak’ dari entrepreneur. Lalu apa itu sociopreneur secara persis?

Sociopreneur adalah kegiatan berwirausaha berbasis bisnis namun dengan misi utama menciptakan social-impact yakni meningkatkan harkat dan taraf hidup masyarakat kelas menengah ke bawah.

 Sedikit lebih jauh, masyarakat kelas menengah bawah yang dimaksud dalam definisi tersebut biasanya telah ditentukan secara spesifik karakteristik/populasinya.

Dari definisi di atas, dapat dimengerti bahwa entitas sociopreneur adalah irisan antara entitas entrepreneur (usaha bisnis murni) dan lembaga sosial seperti yayasan. Jika entrepeneur hanya berorientasi pada profit dan sebaliknya yayasan hanya berfokus pada mengelola dan mengalokasikan dana untuk kegiatan sosial (tanpa mengusahakan sumbernya dari mana), maka sociopreneur adalah peralihan antara keduanya. Sociopreneur mengusung misi sosial, dengan tidak melupakan bagaimana dana yang diperlukan untuk kegiatan itu dapat terkumpul.

ilustrasi diagram venn sociopreneur

ilustrasi diagram venn sociopreneur

Jadi, sociopreneur secara sederhana dapat dikatakan sebagai Lanjutkan membaca


Senarai: Renungan tentang Sukses-Gagal

Salam bahagia kawan!

Pertama-tama, izinkan saya mengatakan bahwa semua orang, saya yakin sudah memikirkan topik yang akan saya angkat pada posting kali ini paling tidak sekali saja. I guarantee that dengan taraf nyata limit mendekati 0%. (emang ada ya taraf nyata limit-limitan gitu). Tapi seriusan, saya yakin dan percaya setiap raga yang jiwanya masih cukup sehat pasti pernah menanyai dirinya sendiri tentang topik ini, lantas mencari pemahaman yang kiranya layak diinternalisasi bagi diri.

success (1)

Oukay, lets strike to the topic then. Tengah malam ini, saya ingin berbagi sekelumit pemahaman saya tentang “Sukses-Gagal”. Iyap, topik yang klise populer binggo bukan? Kalian tentu pernah, bahkan sering memikirkannya bukan? I know you so well guys (SKSD a.k.a Sok Kenal Sok Deket banget dah lu Par! 😀 ) 🙂

***

Seperti yang sudah saya tulis di bagian mukaddimah barusan, semua orang pasti punya pemahaman masing-masing tentang “Sukses-Gagal”. Tentu saja, karena –Maha Besarnya Sang Pencipta– tidak ada dua orang yang punya pemikiran yang identik sama, maka tentu ada berbagai pemahaman yang muncul. Namun, nampaknya sebagian besar pemahaman itu bermuara pada Lanjutkan membaca