Lebih kurang dua minggu lagi, rakyat Indonesia akan melaksanakan hajatan besar lima tahunan: memilih pemimpin negara untuk periode lima tahun ke depan. Berkenaan dengan ini, saya ingin sedikit mencurahkan uneg-uneg yang mengganggu pikiran. Rasa tak nyaman yang menumpuk sejak wacana mengenai pilpres ini mulai diberitakan oleh media, dan direspon oleh publik dari sekitar setahun terakhir.
Saya jengah. Pengar dengan hiruk-pikuk respon publik atas kontestasi politik ini. Bukan karena saya tak suka dengan masyarakat kita yang ternyata sudah melek politik. Melainkan, karena dari yang saya amati dan rasakan, saya berksimpulan bahwa respon publik yang berkembang cenderung sudah tidak pada kategori yang baik/sehat. Masyarakat kita seolah terpisah dalam polarisasi absolut dua kubu pasangan calon.
Betapa tidak. Saya merasa, kok orang-orang dapat digolongkan dengan begitu absolutnya ke dalam dua kubu yang berbeda: kubu pendukung paslon 01, dan kubu pendukung paslon 02. Sampai sini sih harusnya tak masalah ya. Namun, yang terjadi kemudian adalah orang-orang anggota masing-masing kubu dengan seragam (dan piciknya) berlaku dua hal berikut, tak kurang, tak lebih, presisi betul:
- Menjunjung, memuji dan menganggap benar SEGALA sesuatu yang ada paslon jagoannya.
- Nyinyir, mengkritik, dan menganggap salah SEGALA sesuatu yang ada pada paslon lawan.
Dua tabiat ini lah yang membuat saya jengah. Amat dan teramat. Saya heran kemana perginyanya rasionalitas dan akal sehat kita? Sampai-sampai, Lanjutkan membaca