Sociopreneur dan Dua Contoh Hebatnya

Mengawali tulisan ini, saya ingin memastikan bahwa judul postingan ini sama sekali tidak ada yang salah. Betul, “sociopreneur”, bukan “entrepreneur” lho ya. Sociopreneur? Mungkin kebanyakan orang masih merasa asing dengan istilah ini, dan lebih mengenal istilah “entrepreneur”. Faktanya, dua istilah ini memang berhubungan dekat kok, tepatnya bahwa sociopreneur adalah salah satu ‘anak’ dari entrepreneur. Lalu apa itu sociopreneur secara persis?

Sociopreneur adalah kegiatan berwirausaha berbasis bisnis namun dengan misi utama menciptakan social-impact yakni meningkatkan harkat dan taraf hidup masyarakat kelas menengah ke bawah.

 Sedikit lebih jauh, masyarakat kelas menengah bawah yang dimaksud dalam definisi tersebut biasanya telah ditentukan secara spesifik karakteristik/populasinya.

Dari definisi di atas, dapat dimengerti bahwa entitas sociopreneur adalah irisan antara entitas entrepreneur (usaha bisnis murni) dan lembaga sosial seperti yayasan. Jika entrepeneur hanya berorientasi pada profit dan sebaliknya yayasan hanya berfokus pada mengelola dan mengalokasikan dana untuk kegiatan sosial (tanpa mengusahakan sumbernya dari mana), maka sociopreneur adalah peralihan antara keduanya. Sociopreneur mengusung misi sosial, dengan tidak melupakan bagaimana dana yang diperlukan untuk kegiatan itu dapat terkumpul.

ilustrasi diagram venn sociopreneur

ilustrasi diagram venn sociopreneur

Jadi, sociopreneur secara sederhana dapat dikatakan sebagai bentuk ideal kegiatan sosial. Mengapa ideal? Karena dengan konsep sociopreneur, Masyarakat kelas bawah yang disasar akan menjadi mandiri dan tak bergantung dengan donasi satu arah seperti yang terjadi pada lembaga sosial selama ini. Dengan kata lain, dengan konsep sociopreneur, analoginya adalah membangun ekosistem alami yang menjadi tempat hidup organisme sehingga organisme tersebut dapat hidup dengan berdikari.

Apakah yang menjadi tantangan terbesar dari sociopreneur? Tantangannya tidak lain adalah memastikan bahwa kegiatan bisnis yang menjadi sumber cash-flow berjalan dengan baik dan berkelanjutan (sustainable). Pelaku sociopreneur harus memastikan bahwa bisnis yang ia lakukan memang bisnis yang marketable dan bisa terus menerus menghasilkan profit secara alami. Pastikan bahwa produk yang diusung merupakan produk yang secara ekonomis unggul dan layak untuk dibeli. Lupakan untuk meletakkan tagline provokatif yang berbau meminta belas kasihan untuk membeli produk bisnis dengan alasan kemanusiaan (memamerkan tujuan mulia entitas sociopreneur agar produknya laku). Sebab jika hal ini dilakukan, maka hampir bisa dipastikan bahwa bisnis tidak akan sustain, karena suatu saat orang akan bosan untuk membeli produk yang motivasinya hanyalah rasa kasihan.

***

Membicarakan konsepsi sociopreneur, ada dua entitas sociopreneur yang menurut saya ideal sekali mengejewantahkan konsepsi tersebut. Ternyata bukan sesuatu yang mustahil menerapkan konsepsi luar biasa dari sociopreneur ini dalam dunia nyata. Siapakah gerangan dua entitas itu? Jawabannya adalah Gojek dan Jakarta Hidden City Tour.

Gojek

Saya yakin sebagian besar dari kalian sudah menduga entitas ini akan masuk di antara dua contoh sociopreneur hebat yang dimaksud. Bagaimana tidak? Entitas yang didirikan oleh seorang lulusan Harvard ini memang Te O Pe betul. Jeniusnya Nadiem Makarim melakukan digitalisasi ojek, menjadikan moda angkutan yang meskipun cepat namun sebelumnya sarat akan keluhan (utamanya karena issue ketidakpastian tarif) menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang bernama Gojek. Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa Gojek adalah contoh entitas sociopreneur yang ideal:

armada gojek

armada gojek

  • Gojek menyelesaikan permasalahan utama dari ojek

Seperti yang sudah saya singgung di atas, permasalahan utama dari ojek adalah ketidakpastian tarif. Adalah fenomena yang lumrah calon penumpang ojek mendebat penegemudi ojek karena tarif yang ditawarkan si pengemudi dinilai tidak rasioanal alias kemahalan. Di sisi yang hampir sama, tarif ojek untuk jarak yang sama tak jarang berbeda dari satu penumpang maupun pengemudi yang berbeda. Dua masalah ini telah berhasil dituntaskan setuntasnya oleh Gojek. Tarif Gojek bergantung pada jarak perjalanan. 1-10 km, 10-15 km, dan 15-25 km berturut-turut adalah Rp 12.000, Rp 15.000, dan Rp 15.000 + 2.000*km setelah 15. Siapa yang tidak suka dengan kepastian dan terjangkaunya tarif ini?

  • Gojek berhasil menyisipkan banyak nilai tambah dari ojek

Selain layanan transportasi antar-orang, Gojek juga melebarkan sayapnya dengan menyediakan bermacam layanan lainnya yang berbasiskan ojek. Mulai dari antar-barang hingga bersih-bersih. Semua layanan ini semakin menegaskan kesahihan mottonya sebagai “An OJEK for every need”.

Ragam Layanan Gojek (masih ada lagi dibawahnya)

Ragam Layanan Gojek (masih ada lagi dibawahnya)

  • Gojek mengangkat citra profesi pengemudi ojek

Sebelum adanya Gojek, profesi sebagai pengemudi ojek cenderung dipandang sebelah mata. Kesan berpenampilan kurang rapi, tutur kata yang kurang sopan, penghasilan tak menentu dan ugal-ugalan kian lekat dengan profesi ini. Tapi semuanya cenderung berubah dengan ditemukannya Gojek, all those bad atributes: solved.

Poin terakhir tadi adalah alasan utama mengapa Gojek adalah entitas sociopreneur yang sukses. Entitas sociopreneur yang menyasar para pengemudi ojek ini tercatat memiliki setidaknya 200.000 mitra pengemudi yang berpenghasilan kurang lebih 2-3 Juta rupiah per bulan. Jika dianggap masing-masing dari 200.000 pengemudi tadi adalah kepala keluarga dengan tanggungan 4 orang (termasuk dirinya), maka ada 800.000 jiwa yang secara tak langsung dinafkahi oleh seorang Nadiem Makarim, hanya dalam tempo 1 tahun (dari awal 2015). What an astonishing size of social impact!

Jakarta Hidden City Tour

Entitas ini memang cenderung tak sepopuler Gojek, namun tak kalah hebatnya. Jakarta Hidden City Tour secara singkat dapat dijelaskan sebagai tour wisata mengunjungi pemukiman-pemukiman kumuh di Jakarta. What? Slum area?  Yap. Selain berkeliling di wilayah kumuh, para peserta tour juga dipersilakan untuk berinteraksi dengan warga di daerah kumuh tersebut.

Memangnya ada yang mau wisata ke tempat kumuh? Jangan salah, kuota tour untuk sepanjang tahun 2016 ini sudah ludes terjual lho. Penjelasan logisnya adalah, mayoritas konsumen tour ini adalah para bule yang penasaran dan ingin membuktikan ketimpangan sosial di salah satu kota terbesar dunia (baca: Jakarta tercinta).

Adalah Ronny Poluan, founder dari Jakarta Hidden City Tour, yang tak kalah jeniusnya –dengan Nadiem Makarim– menemukan konsep dari tour unik ini pada 2008. Ia berhasil menemukan salah satu solusi untuk membantu mengurangi ketimpangan sosial di Jakarta, yakni justru dengan ‘menjual’nya ke dunia. Para bule dari Australia, Eropa dan Amerika yang berpikiran lebih terarah menjadi peserta rutin tour ini dan mereka mengaku senang dan bisa belajar banyak hal tentang hidup dan kehidupan melalui tour ini pula.

Lalu dimana letak social-impact-nya? Separuh dari tour fee akan didonasikan untuk warga pemukiman kumuh yang dikunjungi. Jadi para peserta tour terpuaskan rasa keingin-tahuannya tentang bagaimana sebenarnya kondisi lingkungan kumuh di Jakarta, di sisi lain warga di lingkungan kumuh tentu mendapatkan manfaat ekonomis dari bagi hasil dari tour. Padahal, biaya tour relatif tidak bisa dikatakan murah, yakni 50 USD (senilai 700 Ribu Rupiah [kurs 14000] ). Hebat ya?

dokumentasi tour (sumber: realjakarta.blogspot.co.id)

dokumentasi tour (sumber: realjakarta.blogspot.co.id)

***

Dari tulisan ini, maka jelaslah bahwa sudah saatnya konsepsi sociopreneur disebar dan diduplikasi seluas-luasnya. Semoga semakin banyak muncul Gojek-Gojek baru, Jakarta Hidden City Tour-Jakarta Hidden Tour baru di hari-hari yang akan datang. Sejahteralah Indonesiaku! 🙂

About pararawendy

Once A Dreamer, Always Be The One Lihat semua pos milik pararawendy

3 responses to “Sociopreneur dan Dua Contoh Hebatnya

Tinggalkan komentar